INDUSTRI FAST FASHION : DICIPTAKAN UNTUK MEMBUAT KERUSAKAN
Citayam Fashion Week (CFW), nama yang tidak asing lagi di telinga kita para pengguna sosial media. Tren yang menuai banyak pro dan kontra ini sering kali menjadi trending topik di berbagai media massa. CFW terletak di kawasan Dukuh Atas yang merupakan kawasan elite dengan gedung-gedung perkantoran di sekitarnya, dan fasilitas transportasi yang lengkap sehingga tak heran banyak remaja yang menjadikan tempat ini sebagai tongkrongan bersama dengan teman sebaya mereka.
Tempat
yang pada awalnya hanyalah tongkrongan-tongkrongan kecil yang diisi oleh para
remaja dari berbagai daerah ini ternyata cukup mencuri perhatian beberapa content
creator di aplikasi TikTok. Konten yang berisi wawancara dengan para remaja
tersebut viral dan ditonton banyak
orang. Namun, ada satu hal yang mencuri perhatian, yaitu cara berpakaian para
remaja tersebut yang dianggap unik dan mencolok. Salah satu zebra cross
yang menjadi iconic spot di CFW
sering kali dijadikan sebagai fashion show dadakan.
Perkembangan
industri fashion di Indonesia akhir-akhir ini memang sedang berkembang
dengan pesat. Ditambah lagi dengan adanya internet, masyarakat dapat dengan mudah
memilih dan membeli pakaian yang sedang tren dan hype hanya dengan
menggunakan aplikasi di gawai masing-masing. Pada perkembangannya saat ini, tren
fashion berubah menjadi sangat cepat, membuat orang tidak ingin ketinggalan
dan mencari barang-barang fashion keluaran terbaru dari berbagai brand.
Namun, biasanya tren fashion tidak pernah bertahan lama. Jika sudah
tidak tren lagi maka model fashion tersebut akan ditinggalkan dan
diganti dengan tren terbaru, begitu pun seterusnya. Oleh karena itu, perusahaan
yang berkecimpung di industri fashion pada umumnya memakai konsep fast
fashion, seperti Zara, Pull&Bear, H&M, dan sebagainya. Namun, apakah
kalian tahu arti dari fast fashion itu sendiri?
Apa itu Fast Fashion?
Fast
fashion merupakan istilah yang digunakan oleh industri tekstil yang
memiliki berbagai jenis model fashion yang terus berganti dalam waktu
yang sangat singkat, dengan menggunakan bahan baku yang berkualitas buruk
sehingga tidak tahan lama. Fenomena ini biasanya disebabkan tingginya
permintaan akan jumlah produksi pakaian tersebut. Konsep fast fashion
ini menyediakan cara terkini dengan cepat dan harga terjangkau sehingga mudah
didapatkan oleh siapa saja dan dari kalangan manapun. Dapat tampil modis dan
kece hanya dengan harga yang murah menjadikan tren fast fashion sangat
digemari oleh lingkungan masyarakat.
Mimpi Buruk dan Kesengsaraan bagi Buruh
“THE PARADISE OF THE RICH IS MADE OUT OF THE HELL OF THE POOR”
Industri fast fashion yang dianggap canggih dan modern seringkali tidak memperhatikan dampak buruk terhadap keselamatan para pekerjanya. Para buruh yang bekerja biasanya berasal dari masyarakat ekonomi kelas bawah dan berpendidikan rendah sehingga tidak ada pilihan lain selain menjadi buruh. Mereka harus bekerja selama kurang lebih 14 jam/hari dengan upah yang rendah, dan dalam kondisi yang berbahaya tanpa adanya jaminan kesehatan atau jaminan keselamatan kerja.
Pabrik tempat industri fast fashion biasanya dibangun di negara-negara miskin dan berkembang yang memiliki hukum perlindungan pekerja yang lemah. Sebagian besar pabrik tersebut memiliki keadaan dan situasi tempat kerja yang sangat buruk dan tidak manusiawi. Tidak sedikit pekerja yang menderita batuk hingga gangguan pernapasan dikarenakan menghirup debu kain. Suara bising yang ditimbulkan dari ratusan mesin dan kurangnya penerangan mengakibatkan para pekerja menderita sakit kepala. Selain itu, mereka juga harus berdampingan oleh paparan langsung zat berbahaya selama produksi. Dan ironisnya, pihak pabrik tidak memberikan perlengkapan keselamatan yang memadai untuk para pekerja. Bisa kalian bayangkan, perusahaan besar rela mengorbankan keselamatan para pekerjanya hanya untuk menghasilkan barang murah dan memenuhi permintaan konsumen yang mana hanya untuk keuntungan perusahaan semata.
Dampak Fast Fashion terhadap Lingkungan Sekitar
Fast fashion sebagai sumber limbah terbesar di dunia
Industri fast fashion didasarkan dengan produksi yang murah dan cepat sehingga dapat dijual dengan harga yang terjangkau. Oleh karena itu, kebanyakan perusahaan menggunakan kain yang berbahan dasar petrokimia yang murah dan mudah diproduksi seperti polyester dan sintetis yang sangat merusak lingkungan. Polyester merupakan salah satu bahan yang sering dijadikan sebagai bahan baku produksi di industri fast fashion. Bahan yang berasal dari fosil berupa minyak mentah ini ketika dicuci akan melepaskan mikrofiber yang akan mencemari perairan dan akan berdampak serius terhadap rantai makanan. Saat ini, industri pakaian menggunakan 98 juta ton minyak untuk membuat serat sintetis, dan limbah pewarna beracun yang digunakan berkontribusi kepada 20% dari total polusi air di dunia. Dalam memproduksi fast fashion juga akan menghasilkan emisi karbon yang akan berdampak pada efek rumah kaca.
Fast fashion sebagai penyumbang sampah terbanyak di dunia
Tren fast fashion ini mendorong para konsumennya memiliki kebiasaan “throw away clothes culture”. Dimana dikarenakan bahan yang dipakai berkualitas buruk dan tidak tahan lama, ditambah juga harga yang murah sehingga konsumen tidak segan untuk membuang pakaian lama baik yang sudah tidak layak pakai maupun yang masih layak pakai. Menurut laporan Agence France-Presse (AFP) pada November 2021, tumpukan pakaian bekas berada di Gurun Atacama Chili. Sebanyak 59.000 ton pakaian bekas dikatakan tiba di Chili untuk dijual kembali setiap tahun dari Eropa, AS dan Asia. Namun, diperkirakan 39.000 ton tidak dapat dijual dan berakhir dibuang di gurun ini.
Di
balik keindahan fast fashion ini ternyata banyak dampak negatif yang sangat
berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Baru-baru ini muncul sebuah istilah slow fashion, dimana konsep ini menekankan kita untuk memilih pakaian yang
berkualitas dan jangka waktu pemakaiannya yang lebih lama. Selain itu, jika ada
pakaian lama layak pakai, bisa didonasikan kepada pihak yang membutuhkan.
Mendaur ulang pakaian yang sudah tidak layak pakai juga salah satu upaya dalam
mengurangi dampak yang ditimbulkan dari tren fast fashion.
Komentar
Posting Komentar